Bila Ilmu Tak Lagi Menghasilkan Amal? Ini Jawabannya

Di antara nikmat besar yang Allah anugerahkan kepada manusia adalah ilmu dan dakwah. Keduanya merupakan warisan para nabi, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Perintah Allah dalam Ilmu dan Dakwah

Allah Ta’ala berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
(QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menegaskan bahwa dakwah adalah kewajiban yang harus ditegakkan di atas ilmu, bukan semata semangat. Karena tanpa ilmu, dakwah akan kehilangan arah; dan tanpa adab, ilmu akan kehilangan cahaya.


Menegakkan Ilmu dan Dakwah dengan Merujuk kepada Ulama

Menegakkan ilmu dan dakwah tidak mungkin dilakukan tanpa merujuk kepada para ulama, mereka adalah pewaris para nabi. Melalui merekalah kita memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Metode para ulama dalam menyampaikan ilmu selalu berlandaskan adab sebelum ilmu. Mereka menanamkan rasa hormat kepada guru, menjaga lisan, dan menjauhkan diri dari kesombongan. Inilah pondasi yang membedakan dakwah Islam dengan seruan-seruan dari agama atau ideologi lain.


Adab: Pondasi Ilmu dan Dakwah

Adab adalah mahkota ilmu. Tanpa adab, ilmu akan menjadi sebab kerusakan.
Nabi Muhammad ﷺ diutus bukan hanya untuk mengajarkan hukum-hukum, tetapi juga untuk menyempurnakan adab.

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)

Maka tanggung jawab dalam menuntut ilmu dan berdakwah harus dimulai dari adab. Seorang murid yang kehilangan adab terhadap gurunya, atau seorang da’i yang hilang adab terhadap sesama, akan kehilangan keberkahan ilmunya.


Tujuan dan Kemuliaan Ilmu

Mengapa ilmu disebut mulia? Karena ilmu adalah wasilah menuju ketakwaan.
Maka, seorang anak yang hafal Al-Qur’an, memiliki sanad, dan bacaan yang indah, namun tidak bertakwa, sejatinya hanya membawa beban, bukan keberkahan.

Ilmu tidak dicari untuk kedudukan, jabatan, atau popularitas. Tujuan ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah.
Buah dari ilmu adalah amal, bukan sekadar hafalan atau gelar.

Ketika ilmu tidak diamalkan, itu tanda bahwa ilmu tersebut tidak membawa manfaat. Sebab syarat-syarat ilmu tidak ditunaikan, niat tidak ikhlas, adab diabaikan, atau ilmu dipelajari untuk dunia.


Metodologi dalam Menuntut Ilmu

Setelah memahami tujuan ilmu, seorang penuntut ilmu wajib memahami metodologinya.
Syarat pokoknya adalah:

  1. Niat yang ikhlas karena Allah.
  2. Memilih ilmu yang bermanfaat.
  3. Memilih guru yang shalih dan terpercaya.
  4. Memilih teman yang baik dan saling menasihati dalam kebenaran.

Tanpa keempat hal ini, perjalanan menuntut ilmu akan mudah tergelincir.


Kepercayaan antara Orang Tua dan Guru

Pendidikan tidak akan berjalan baik jika antara orang tua dan guru tidak ada rasa saling percaya.
Tidak selayaknya orang tua menitipkan anaknya kepada guru atau ustadz yang tidak dikenal akhlaknya atau tidak jelas ilmunya. Karena pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi penanaman ruh dan adab.

Saat orang tua menyerahkan anak kepada guru dengan niat yang ikhlas dan hati yang ridha, maka hasilnya adalah barakah. Seberapa pun ilmu yang diperoleh, akan menjadi manfaat yang terus mengalir.


Penutup

Ilmu dan dakwah adalah dua amanah besar. Keduanya tidak akan kokoh tanpa adab, tidak akan berbuah tanpa amal, dan tidak akan barokah tanpa keikhlasan.
Maka, marilah kita sama-sama berdoa agar dimudahkan Allah dalam menuntut ilmu, dalam berdakwah, dan dalam mendidik generasi agar menjadi anak-anak yang shalih dan mushlih — yang tidak hanya baik untuk dirinya, tetapi juga membawa kebaikan bagi umat.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *